Misteri "Kutukan" Candi Dadi di Tulungagung
Candi Dadi di Tulungagung merupakan
peninggalan kerajaan Majapahit sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad
XV. Candi ini disebut-sebut dibangun rakyat Majapahit yang beragama
Hindu-Budha yang mengasingkan diri dari kerajaan. Candi ini terletak
Dusun Mojo, Desa Wajak Kidul, kecamatan Boyolangu.
Sepanjang perjalanan menuju candi-candi ini masih dapat ditemukan
sisa bangunan kuno yakni candi urung, candi buto dan candi gemali.
Sayangnya candi-candi tersebut sudah tidak terlihat lagi bentuknya,
kecuali gundukan batuan andesit yang jumlahnya sangat minim yang
menandai keberadaannya zaman dahulu.
Candi ini merupakan candi tunggal yang tidak memiliki tangga masuk
hiasan maupun arca. Denah Candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran
panjang 14 meter lebar 14 meter dan tinggai 6.50 meter.
Bangunan berbahan batuan andesit itu terdiri atas batur dan kaki candi. Berbatur tinggi dan berpenampilan setiap sisinya.
Bagian atas batur merupakan kaki candi yang berdenah segi delapan,
pada permukaan tampak bekas tembok berpenampang bulat yang kemungkinan
berfungsi sebagai sumuran.
Diameter sumuran adalah 3.35 meter dengan kedalaman 3 meter.
Dulunya di sumuran yang terletak di atas candi ini bisa ditemukan abu.
Uniknya, sumuran itu, ketika hujan turun sederas apapun, di dalam
sumuran tidak pernah menggenang air. Air yang turun langsung meresap ke
dalam.
Menurut Triyono, peneliti sejarah Tulungagung, kata Dadi adalah
dari bahasa jawa yang artinya jadi. “Nama candi Dadi sendiri
dilatarbelakangi dari bentuk candinya yang paling sempurna diantara
candi lainnya,” jelasnya.
Konon, cerita dari masyarakat tentang asal mula candi tersebut,
yaitu bermula ketika salah seorang pangeran melamar seorang putri dusun
Kedungjalin. Lalu putri tersebut mau menerima lamaran dengan syarat
dibuatkan empat candi dalam satu malam.
Pangeran pun menyetujui persyaratan tersebut dan dimulailah
pembuatannya. Maka ketika keempat candi hampir jadi, dan waktu masih
cukup, maka putri yang sejatinya ingin menolak lamaran pangeran tersebut
mencari akal untuk menggagalkan pembuatan candi yaitu dengan menyuruh
beberapa ibu desa membunyikan suara lesung.
Maka candi yang keempat pun belum selesai dibuat karena pangeran
mengira waktu sudah pagi. Candi yang keempat ini selanjutnya oleh
masyarakat dinamakan candi Urung, karena bentuknya yang tidak sempurna.
Kata “Urung” sendiri berasal dari bahasa jawa yang artinya Belum.
Setelah pangeran tahu tipu muslihat itu, maka ia marah dan mengutuk para
perempuan di desa itu, mereka tidak akan mendapatkan jodoh melainkan
setelah usianya menginjak tua.
Entah terkait atau tidak bahwa sampai sekarang, mayoritas perempuan
dusun Kedungjalin bisa mendapatkan jodohnya di usia mulai tua.
Sedang penamaan candi Buto, karena menurut masyarakat, dulu di atas
candi tersebut terdapat sebuah arca besar yang sekarang tidak
kelihatan.
Sedangkan nama candi Gemali atau Lingga Gemali sendiri karena di
sana terdapat lingga yang mempunyai makna kesuburan lelaki. Hal itu
memungkinkan karena perempuan-perempuan dusun Kedungjalin menikah di
usia tua.
Candi ini dibangun sekitar akhir abad XIV hingga akhir abad XV.
Saat berakhirnya kekuasaan Hayam Wuruk merupakan masa suram bagi
kehidupan agama Hindu Budha kala itu.
Pertikaian politik dilingkungan kerajaan menimbulkan kekacauan.
Dalam kondisi demikian, penganut Hindu Budha melakukan pengasingan agar
tetap dapat menjalankan kepercayaan yang dimilikinya.
CERITA MISTERI RUMAH SAKIT DHARMA MEDIKA TULUNGAGUNG
Cerita misteri rumah sakit dharma medika tulungagung
– Mungkin diantara Rumah Sakit yang ada di Tulungagung, Rumah Sakit
Dharma Medika merupakan salah satu rumah sakit yang terkenal di
Tulungagung, bahkan di Indonesia. Kenapa demikian? karena rumah sakit
ini pernah masuk acara salah satu stasiun televisi swasta di indonesia
yaitu Masih Dunia Lain.
Selain itu juga, rumah sakit Dharma medika juga bangkrut karena
alasan semua fasilitas dan biaya pengobatan yang sangat mahal (oleh
karena itu, pada saat itu R.s Dharma medika sudah sepi dan tidak ada
pasien yang memutuskan rawat inap disana).
Selang sudah beberapa bulan kini konon rumah sakit tersebut sudah Đí
sebut-sebut menjadi salah satu rumah sakit terangker Đí indonesia.
Sampai sekarang Rumah sakit tersebut sudah tidak layak pakai lagi,
dengan keadaan dalam rumah sakit tersebut yang rusuh kotor, dan
pengontrolan lampu listrik Đí sana yang sangat tidak terkontrol.
Lingkungan yang gelap jika malam hari. Dari rumah sakit dharma medika
inilah beberapa kejadian-kejadian yang pernah Đí alami masyarakat
sekitar :
Pada tahun 2011 kemarin, ada sepasang suami istri, Seorang istri yg
ingin menjalankan persalinan sebelumnya mereka mengira dan melihat rumah
sakit dharma medika yang sudah tutup tersebut adalah rumah sakit umum
yang masih layak pakai, penyebabnya karna waktu itu mereka melihat rumah
sakit tersebut denggn keadaan ramai dan masih terlihat sperti penjaga
pos parkir ,para suster, dokter dan para pasien-pasien yang sedang
beraktifitas Đí rumah sakit tersebut. Namun kenyataanya tidak.. Rumah
sakit tersebut sebenarnya sudah kosong, sepi,dengan sangat menyeramkan
.. Apalagi posisi rumah sakit yang terletak Đí sekitar lahan Sawah.
Mereka kaget dan tak percaya beberapa hari kemudian kontrol diberitahu
pencari rumput bahwa RS sudah tutup. Mereka juga punya bukti ada obat
dan resep a.n RS Dharma Medika.
Misteri Pabrik Gula di Tulungagung
Sebuah pabrik gula di
Tulungagung menelan banyak tumbal. Sebenarnya saya tidak mau menyebutkan nama
pabriknya. Tapi mungkin orang Tulungagung sudah tahu pabrik itu. Karena Katanya
itu adalah satu-satunya pabrik gula di Tulungagung. Cerita ini berkembag dari
mulut ke mulut. Namum saya tidak Tahu Dari Mana awalnya. Saya tidak tahu pabrik
ini dibangun sejak kapan. Dari bangunannya yang terlihat tua, mungkin bangunan
itu adalah bekas jajahah Belanda.
Diceritakan pabrik gula ini
memerlukan tumbal setiap waktu tertentu. Namun, sekali lagi saya tidak
mengetahui kapan waktunya. Tumbal ini berupa sepasang pengantin muda. Entah
dari mana tumbal itu didapat. Menurut mitos ini, tumbal-tumbal itu akan
dimnsukkan ke dalam penggilingan bersama dengan tebu. Air tebu seketika berubah
menjadi merah kental. Teriakan keluar dari mulut tumbal-tumbal itu.
lnilah alasan mengapa terkadang
terdengar teriakan ketika melewati pabrik itu. Dan alasan mengapa gula dari
Tulungagung kadang-kadang berwarna coklat kemerahah, berbau amis dan terasa
anyir. Namun jika gulanya berwarna putih bersih, berarti sisa darah yang ada
dalam mesin penggiling itu telah habis.
Mungkin tumbal ini dikorbankan
agar pabrik itu mendapat keuntugan seperti pesugihan. Oleh karena itu,
pabrik-pabrik lain mengikutinya, yaitu mengrorbankan tumbal. Bisa jadi gula
yang anda konsumsi merupakan hasil dari pabrik itu. Ngeri kan? Namun saya tidak
mempercayai mitos itu. Mungkin ini cuma untuk menakut-nakuti orang agar tidak:
1. banyak
mengkonsumsi gula
2. menikah
muda
Mungkin kedua tujuan itu memberi
dampak yang baik. Namun jika terlalu percaya, jadi gak baik juga kan?
MISTERI PESUGIHAN KEMBANG SORE DI TULUNGAGUNG
Bagi Masyarakat Indonesia Pesugihan Gunung Kemukus di Jawa Tengah cukup
terkenal dengan mitos pesugihan dengan ritual hubungan badan. Di Jawa
Timur teryata ada juga pesugihan dengan cara ritual berhubungan badan,
yaitu di Desa Bolorejo. Legenda ini cerita yang sudah sangat lama
berkembang di daerah Kembang Sore Tulungaagung, Jawa Timur, menjadi
tempat ritual khusus, makam kuno yang terletak di Bukit Bolo, Desa
Bolorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur ini
memiliki tuah gaib yang bisa membantu para pemujanya untuk memperoleh
kekayaan dengan cara irasional. Pada malam tiba banyak orang yang
berkunjung ke makam tersebut, merekapun mempunyai tujuan masing-masing
dari yang sekedar untuk Ziarah sampai yang bertujuan untuk mendapat
berkah bagi pedagang agar laris dagangnya, bagi penyayai agar banyak
penggemarnya, dan ada pula yang datang dengan terang-terangan untuk
mencari pesugihan.
Bagi para pencari pesugian Mereka membawa persyaratan khusus yang mereka
bawa dari rumahnya, ubo rampe yang mereka bawa antara lain sekul anget
(nasi gurih panggang ayam)/ Kambing, dan sekul wangi (bunga telon,
minyak wangi, kemenyan). Selain umborampe tersebut, sepulang dari
melaksanakan ritual tidak boleh berhenti di kawasan Gunung Bolo. Tidak
cukup sampai di situ apabila si pelaku ngalap pesugihan mereka
berhasil,hari Jum’at Pon si pelaku pesugihan terus menyembelih kambing
di makam Roro Kembagsore. Setelah itu, semua uborampe dikendurikan di
makam Roro Kembangsore tersebut.
Yang menjadi fenomena menarik adalah, apabila ngalap pesugihanya ingin
cepat berhasi, mereka harus melakukan hubungan terlarang alis berzina,
dengan orang lain selain istrinya, hal ini di yakini sebagian orang akan
cepat terkabulnya permintaan keduniawian mereka. Tak pelak sekarang di
daerah tersebut bak sebuah protitusi yang terselubung, banyak penjaja
cinta komersial menawarkan diri untuk hal tersebut. Selain itu juga ada
satu mitos unik lagi , bahwa kalau ziarah kesana tidak boleh membawa
istri atau suami, konon kabarnya kalau hal itu di lakukan maka akan
terjadi prahara rumah tangga alias cerai, entah benar-entah tidak akan
tetapi fenomena tersebut sudah ada sejak dulu dan secara turun-temurun
menjadi sebuah mitos kepercayaa.
Terus siapa sebenarnya Kembang Sore tersebut, Kebang sore adalah seorang
putri cantik berkulit kuning lansap, berambut panjang serta berbudi
pekerti ramah anak dari Adipati Bedalem dari Kadipaten Bonorowo.
Menurut cerita Roro kembang sore sampai ajalnya menjemput Tidak pernah
menikah, bukanya tak laku banyak pangeran dan bupati yang melamarnya,
akan tetapi dia menolak secara halus, untuk tidak melukai perasaan sang
pelamar, hingga akhirnya dia jatuh cinta kepada seorang sudra yang
bernama Joko Budheg.
Pada waktu Joko Budheg melamar tidak serta merta di terima begitu saja
lamaranya. Kembang Sore mau dipersunting oleh Joko Budeg asalkan Joko
Budeg mau bertapa 40 hari 40 malam di sebuah bukit, beralaskan batu dan
memakai tutup kepala “cikrak” (alat untuk membuang sampah di
Tulungagung) sambil menghadap ke Lautan Kidul.
Joko Budeg menerima persyaratan ini, dan melaksanakan apa yag diminta
oleh Roro Kembang Sore. sampai akhirnya dia dikenal dengan sebutan Joko
Budheg. Setelah beberapa lama sampai waktu yang telah di tentukan, Roro
kembang sore yang notabenya jatuh cinta kepada Joko budeg berharap joko
budeg datang kepada dia, akan tetapi ternyata joko budeg tidak kunjung
datang, maka disusulah joko budeg ketempat pertapaanya, sesampainya di
sana Roro kembang sore berusaha membangunkan joko budeg dari
pertapaanya, akan tetapai joko budeg tidak juga kunjung bangun, hingga
akhirnya keluar kata-kata dari mulut Roro Kembang sore, “ditangekke kok
mung jegideg wae, koyo watu” Bahasa Indonesianya "dibangunkan kok
tidak bangun-bangun, kayak batu" seketika itu terjadi keajaiban alam,
Joko Budeg berubah wujudnya menjadi batu.
Saat ini bukit tempat Joko Budeg bertapa dikenal dengan nama “Gunung
Budeg” dan patung Joko Budeg bertapa masih untuh sampai sekarang. Dengan
rasa kecewa roro kembang sore kembali ke rumahnya, dan dia bersumpah
bahwa dia tidak akan menikah sampai ajal menjemput. untuk melakukan
sumpahnya tersebut. Roro Kembang Sore akhirnya bertapa di satu tempat,
sampai meninggal dan dikuburkan di tepat itu. Saat ini tempat pemakaman
kembang sore dikenal sebagai Pemakaman Gunung Bolo yang sangat terkenal
di Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.